1.1 Latar Belakang
Pembangunan daerah pada dasarnya adalah upaya untuk : (a) mengembangkan kemampuan ekonomi daerah untuk menciptakan kesejahteraan dan memperbaiki kehidupan material secara adil dan merata; (b) meningkatkan kondisi kesehatan, pendidikan, perumahan, dan kesempatan kerja; (c) mendorong penegakan hak-hak asasi manusia, kebebasan politik dan demokrasi; (d) mengembangkan peradaban dan (e) meningkatkan kesadaran perlunya pembangunan berkelanjutan (Sofian : 2001). Melihat pentingnya pembangunan daerah bagi pembangunan yang berkelanjutan, UU No. 22 Tahun 1999, sebagaimana tertulis di dalam konsiderannya memandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional. Yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Titik berat otonomi daerah pada daerah kabupaten/kota dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, mendewasakan politik rakyat (democratization process), dan memberikan keleluasaan bagi daerah kabupaten/kota untuk mengatur rumah tangganya sendiri sesuai dengan kondisi, potensi dan keanekaragaman wilayahnya. Pemerintah daerah melihat di dalam otonomi daerah terdapat : sharing of power, distribution of income, dan empowering regional administration (Warsito, 1999:4). Ketiga hal inilah yang diharapkan oleh daerah agar pelaksanaan otonomi daerah dapat berjalan dengan baik. Disamping itu diharapkan dengan otonomi daerah akan mampu memacu pembangunan daerah, sehingga kesenjangan pertumbuhan antar daerah secara perlahan dapat dikurangi.
Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah juga tidak terlepas pada kemampuan keuangan daerah. Artinya daerah harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber keuangannya sendiri, mengelola dan menggunakannya dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah. Sehingga tidak selalu bergantung kepada bantuan dari pemerintah pusat, dan menunjukkan kemandirian daerah dalam pelaksanaan otonomi. Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri adalah kemampuan self supporting di bidang keuangan ( Kaho: 1988).
Keuangan menjadi salah satu faktor pendukung pelaksanaan otonomi daerah, dimana sumber pendapatan daerah adalah terdiri dari : pendapatan asli daerah, yang terdiri dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan daerah yang sah (Pasal 4 UU No. 25 Tahun 1999). Disamping pendapatan asli daerah, daerah juga mendapat dana perimbangan berupa dana alokasi umum yang bersifat block grant, dan dana alokasi khusus yang bersifat spesifik grant dan pinjaman daerah (Warsito. 1999).
Kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari struktur APBD, dimana kontribusi PAD masih relatif kecil terhadap total penerimaan daerah, sebaliknya bagian penerimaan pembangunan dan pendapatan terbesar daerah berasal dari pos pendapatan yang berasal dari pemerintah dan atau instansi yang lebih tinggi. Kota Bengkulu juga berada dalam kondisi yang seperti ini. Karena dari struktur APBD selama ini menunjukkan bahwa proporsi terbesar terhadap total penerimaan daerah adalah berasal dari sumbangan/bantuan pemerintah pusat. PAD Kota Bengkulu hanya mampu memberikan kontribusi terhadap APBD dalam lima tahun terakhir ini sebesar 8,9 persen.
Hal ini terlihat dari tabel berikut, yang menggambarkan kontribusi PAD terhadap APBD.
Tabel 1.1
Kontribusi PAD terhadap APBD
No | Tahun Anggaran | PAD | APBD | % |
1. | 1996-1997 1997-1998 1998-1999 1999-2000 2000 | 3.847.244.675 3.459.434.236 3.707.019.822 4.153.304.493 3.024.705.743 | 26.913.643.530 36.057.952.000 42.997.876.649 63.399.876.252 53.258.900.145 | 14.3 9.59 8.62 6.55 5.7 |
Sumber : Dispenda Kota Bengkulu, diolah
Kondisi lainnya yang dirasa akan menyulitkan Pemerintah Kota Bengkulu dalam melaksanakan otonomi daerah dan tugas-tugas pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat adalah, pada saat ini untuk tahun anggaran 2001 Kota Bengkulu menerima DAU terkecil dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Yang terlihat pada tabel berikut ini.
Tabel. 1.2
Distribusi Penerimaan Dana DAU
N0 | Daerah | Besarnya Dana Yang Diterima(dalam miliar Rupiah) |
1. | Pemerintah Propinsi Kabupaten Bengkulu Utara Kab Bengkulu Selatan Kabupaten Rejang Lebong | 82.74 168.94 148.85 138.94 70.42 |
Sumber : Lampiran Kepres no 181 Tahun 2000
Menurut Widjaja (1998:153) peranan dana sangat menentukan keberhasilan pembangunan daerah disamping itu yang tidak kalah pentingnya adalah kesiapan SDM dalam mengelolanya. Memang peranan dana saja tidak cukup untuk menilai suatu daerah mampu atau tidak dalam melaksanakan otonomi daerah, melainkan ada beberapa indikator lainnya yang telah dikembangkan Departemen Dalam Negeri. Indikator untuk mengukur kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah yaitu : kelembagaan, kepegawaian, peralatan, partisipasi masyarakat, organisasi dan administrasi, ekonomi daerah serta demografi. Akan tetapi bagi daerah ketercukupan dana akan sangat menentukan keberhasilan pembangunan daerah. Untuk itu Pemerintah Kota Bengkulupun melakukan berbagai upaya dan terobosan dalam meningkatkan PADnya.
Salah satu sumber dana untuk mendukung keuangan daerah adalah hasil perusahaan milik daerah. Sebagaimana diketahui bahwa tugas dan peranan BUMD adalah mendorong kegiatan ekonomi daerah, menciptakan kesempatan kerja, menyediakan jasa pelayanan sosial dan memberikan kontribusi bagi PAD. Kalau saja pemerintah daerah mampu mengelola secara profesional tidak tertutup kemungkinan BUMD merupakan sumber pendapatan daerah yang sangat potensial.
Akan tetapi perlu diingat kembali oleh daerah bahwa otonomi daerah semata-mata adalah untuk mensejahterakan masyarakat, dan memberdayakan masyarakat, bukan makin membebani masyarakat dengan berbagai pajak, retribusi dan kenaikan tarif pelayanan, yang diperuntukkan bagi kepentingan kas pemerintah daerah dalam mengejar target PAD. Badan usaha milik daerah di era otonomi masih menjadi tumpuan harapan kepala daerah untuk mengisi kas pemerintah daerah, tetapi penerimaan dari sumber ini tidak menggembirakan. Kondisi ini juga dialami oleh Pemerintah Kota Bengkulu, sebagaimana terlihat pada tabel persentase kontribusi komponen PAD berikut ini:
Tabel 1.3
Persentase Komponen PAD Terhadap PAD
No | Komponen PAD | 96/97 | 97/98 | 98/99 | 99/00 | 2000 | 2001 |
1. | Pajak Daerah | 29.3% | 31,6% | 42,7% | 46.0% | 43,8% | 37,4% |
2. | Retribusi Daerah | 50,5% | 50,8% | 39,8% | 49,4% | 53,9% | 60,4% |
3. | Laba BUMD: BPD PDAM | 0,28% 0,77% | 0,45% 0,62% | - 1.06% | 0.46% 0.49% | 0,23% 0,74% | - 0,70% |
4. | Lain-lain PAD yang sah | 19,03% | 16,4% | 16.3% | 3.50% | 1,29% | 1,41% |
Jumlah | 100% | 100% | 100% | 100% | 100% | 100% |
Sumber: Dispenda Kota Bengkulu, diolah
Dari tabel time series di atas terlihat bahwa begitu kecilnya kontribusi laba BUMD terhadap PAD Kota Bengkulu dan PDAM Tirta Dharma hanya memberikan kontribusi sebesar rata-rata 0,73% dalam lima tahun terakhir. Muncul pertanyaan mengapa keadaan seperti ini terjadi pada BUMD, sedangkan begitu banyak peluang strategis yang dimiliki oleh BUMD diantaranya yaitu memiliki captive market yang besar, memiliki akses yang luas, baik ke bawah maupun ke atas sehingga dapat memperoleh informasi kebijakan pemerintah dan peluang usaha lebih dini dibandingkan swasta dan BUMD memiliki bargaining power yang kuat karena kepemilikannya di tangan Pemerintah Daerah.
Sebagai perusahaan daerah yang memberikan jasa pelayanan air minum di perkotaan, PDAM menjalankan operasinya dengan prinsip-prinsip perusahaan, yaitu efisiensi dan mengusahakan keuntungan, guna memenuhi target mengisi kas pemerintah daerah. Dilain pihak, PDAM juga dituntut untuk berfungsi sosial dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih, menunjang perkembangan dunia usaha dan perekonomian masyarakat, menunjang percepatan pembangunan di daerah yang pada akhirnya dapat mensejahterakan masyarakat. Dua dimensi yang berbeda tentang keberadaan BUMD dalam hal ini PDAM Tirta Dharma, hendaknya dapat dipadukan secara berimbang, walaupun sulit untuk dilaksanakan. Berangkat dari hal tersebut, penulis mencoba untuk memberikan beberapa usulan strategi pengelolaan yang sebaiknya dilakukan oleh PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu di era otonomi.
1.2 Masalah Penelitian
Dari latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas, maka penulis mencoba untuk merumuskan masalah yang akan diteliti, yaitu :
v Strategi pengelolaan bagaimana yang sebaiknya dilakukan oleh PDAM Tirta Dharma Kota Bengkulu sebagai sebuah BUMD sumber PAD di era otonomi.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
v Mengetahui isu-isu strategis PDAM Tirta Dharma dan merumuskan strategi pengelolaan yang sebaiknya diterapkan di era otonomi.
No comments:
Post a Comment